I.
PENDAHULUAN
Bahasa merupakan
alat komunikasi antara satu bangsa dengan bangsa lain. Bangsa arab merupakan
bangsa yang sangat fanatisme terhadap bahasanya, sehingga dengan penuh
keyakinan mereka mengatakan bahwa al-Qur’an di turunkan dengan menggunakan
bahasa Arab, karena pada hakekatnya Nabi Muhammad SAW di lahirkan di bangsa Arab.
Kecintaan orang Arab akan bahasanya ini, membuat bahasa Arab begitu cepat
berkembang. Bahasa Arab merupakan salah satu rumpun bahasa Semit, dipergunakan
oleh suku Arab yang tinggal di Semenanjung Jazirah Arab.
Bahasa Arab merupakan salah satu bahasa bernilai tinggi yang tetap terjaga
sampai sekarang. Sebelum
diturunkannya al-Qur’an, bahasa di jazirah Arab masih berupa dialek-dialek,
yang mana masyarakat setiap daerah memiliki gaya tersendiri dalam bertutur kata
(karena zaman dahulu belum mengenal aksara baca-tulis). Sebuah dialek dibedakan
berdasarkan kosa kata, tata bahasa,dan pengucapan (fonologi). Diantara dialek
yang akan di bahas pada makalah ini yaitu dialek fusha dan dialek amiyah.
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
Apa
pengertian bahasa Arab fusha dan ‘amiyah ?
B.
Bagaimana
sejarah munculnya bahasa Arab fusha dan ‘amiyah ?
C.
Apa
saja faktor-faktor yang mendorong muculnya dialek ‘amiyah ?
D.
Bagaimana
perbedaan bunyi antara bahasa Arab fusha dan ‘amiyah ?
III.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian bahasa Arab Fusha dan’Amiyah
Menurut Emil Badi’ Ya’qub, bahasa Arab fusha (ragam standar) adalah
bahasa yang digunakan dalam al Qur-an, situasi-situasi resmi, penggubahan
puisi, penulisan prosa dan juga ungkapan-ungkapan pemikiran (tulisan-tulisan
ilmiah). Bahasa Arab fusha ini juga biasa digunakan dalam bahasa pengantar resmi di
kampus-kampus atau universitas-universitas Islam di Timur Tengah. Secara umum bahasa ini dapat diklasifikasikan dalam dua tingkatan,
yaitu Bahasa Arab Klasik yang digunakan dalam bahasa al Qur-an dan Bahasa Arab
Standar Modern yang digunakan dalam bahasa ilmiah.[1]
Bahasa Arab fusha menggunakan kaidah-kaidah ilmu Nahwu dan Sharaf. Selain itu,
bahasa Arab fusha merupakan bahasa asal Arab yang dapat dipahami oleh seluruh
bangsa Arab, dan bisa digunakan di negara manapun.[2]
Sedangkan bahasa Arab amiyah (ragam non standar) adalah ragam
bahasa yang digunakan untuk urusan-urusan biasa sehari-hari.[3] Menurut Azhar Arsyad, bahasa Arab 'Amiyah dikenal dengan bahasa Arab yaumiah
(harian) bahkan suqiyah (pasaran), dan ada juga yang menyebutnya dengan
bahasa Arab kolukwial atau dialek lisan setempat.[4]
Di negara-negara Arab yang terbentang dari teluk persia
hingga laut mediteranian terdapat aneka ragam dialek ‘âmiyah/ darijah
(ragam non-standar) yang masing-masing memiliki perbedaan fonetik, kosakata,
dan strukturnya. Pada abad 19 Masehi, para ilmuan bahasa membagi dialek ‘âmiyah ke dalam lima kelompok,[5]
yaitu :
1.
Dialek Hijâziyah-Najdiyyah; dialek ini digunakan di Hijâz,
Najed, dan Yaman.
2.
Dialek Syria; berkembang di Syria, Lebanon, Palestina,
dan Timur Yordania.
3.
Dialek Irak; digunakan di negara Irak.
4.
Dialek Mesir
dapat kita temui di dua negara, yaitu Mesir dan Sudan.
5. Dialek Maghrîbiyah; banyak digunakan oleh penduduk Afrika sebelah
barat.
B. Sejarah
Munculnya Bahasa Arab Fusha dan Amiyah
Di zaman pra Islam, masyarakat Arab mengenal stratifikasi kefasihan
bahasa. Kabilah yang dianggap paling fasih dibanding yang lain adalah Quraisy
yang dikenal sebagai surat al-Arab (pusatnya masyarakat Arab). Kefasihan
bahasa Quraisy ini terutama ditunjang oleh tempat tinggal mereka yang secara
geografis berjauhan dengan negara-negara bangsa non-Arab dari segala penjuru.
Dibawah kefasihan Quraisy adalah bahasa kabilah Tsaqif, Hudzail, Khuza’ah, Bani
Kinanah, Ghathfan, Bani Asad, dan Bani Tamim, menyusul kemudian kabilah
Rabi’ah, Lakhm, Judzam, Ghassan, Iyadh, Qadha’ah, dan Arab Yaman yang
bertetangga dekat dengan Persia, Romawi, dan Habasyah.
Kefasihan berbahasa itu terus dipelihara hingga meluasnya ekspansi
Islam ke luar jazirah dan masyarakat Arab mulai berinteraksi dengan masyarakat
bangsa lain. Dalam proses interaksi dan berbagai transaksi sosial lainnya itu
terjadi kesaling pengaruhan antara bahasa yang digunakan. Masyarakat ‘Ajam
belajar berbahasa Arab dan masyarakat Arab mulai mengenal bahasa mereka.
Intensitas interaksi tersebut lambat laun mulai berimbas pada penggunaan bahasa
Arab yang mulai bercampur dengan beberapa kosakata asing, baik dengan atau
tanpa proses arabisasi (ta’rib). Pertukaran pengetahuan antar mereka
juga berpengaruh pada pertambahan khazanah bahasa Arab khususnya menyangkut
hal-hal yang sebelumnya tidak diketahui masyarakat Arab ketika hidup terisolasi
dari bangsa lain. Masyarakat non-Arab juga kerap melakukan kesalahan dalam
menggunakan bahasa Arab. Fenomena ini kemudian makin meluas melalui transaksi
sosial, misalnya dalam aktivitas ekonomi di pasar-pasar terutama sejak abad
ke-5 H.
Fenomena penyimpangan bahasa (lahn) adalah cikal bakal
lahirnya bahasa ‘amiyah. Istilah lahn ini dikarenakan awalnya pada kesalahan
dan ketidaktaatan pada i’rab, yaitu perubahan bunyi akhir kata karena perubahan
kedudukannya dalam kalimat. Benih-benih lahn mulai muncul sejak zaman
Nabi Muhammad SAW berupa perbedaan lahjah (logat cara berbicara) di
kalangan sahabat.[6]
Bahasa Arab ‘amiyah adalah bahasa yang “menyalahi” kaidah-kaidah
orisinil bahasa Fushha. Dengan kata lain, bahasa ‘amiyah adalah “bahasa dalam
penyimpangan” (lughat fi al-lahn) setelah sebelumnya merupakan fenomena
dalam penyimpangan bahasa. Secara perlahan tapi pasti bahasa ‘amiyah terus
berkembang hingga menjelma sebagai bahasa yang otonom dengan kaidah dan
ciri-cirinya sendiri. Bahasa ‘Amiyah di negeri-negeri (taklukan) Islam awalnya
adalah lahn yang sederhana dan masih labil karena masyarakatnya masih memiliki
watak bahasa Arab yang genuin. Karena itu, di awal kemunculannya bahasa ‘amiyah
di kalangan masyarakat masih mempunyai rentangan antara yang lebih dekat dengan
bahasa baku (Fusha) sampai pada yang jauh darinya. Contoh daerah yang memiliki
bahasa yang masih sangat dekat dengan bahasa baku itu sampai abad ke-3 H antara
lain negeri Hijaz, Basrah, dan Kufah. Selanjutnya bahasa ‘Amiyah mulai menyebar
di beberapa tempat semisal Syam, Mesir, dan Sawad. Di beberapa tempat itu
bahasa Arab Fusha sudah menerima kosakata serapan dari Persia, Romawi,
Qibtiyah, dan Nabthiyah dalam jumlah yang cukup besar. Karena itu bahasa
masyarakat mulai rusak dalam ukuran yang signifikan. Masyarakat mulai mencampur
adukkan bahasa asli mereka dengan bahasa-bahasa serapan tanpa melakukan pemilihan.
Di antara kosakata serapan yang paling banyak diambil adalah kata benda (asma),
sedangkan kata-kata ajektiva sedikit saja yang diadopsi. Banyaknya pengadopsian
kata benda itu karena intensitas pemakaiannya lebih tinggi dibanding dengan
jenis kata yang lain.[7]
C. Faktor-faktor
yang Mendorong Munculnya Bahasa Arab Amiyah
Ada beberapa faktor yang mendorong lahirnya
bahasa Arab Amiyah, diantaranya adalah sebagai berikut[8] :
Faktor pertama adalah masalah geografis. Bahasa Arab pada
awalnya digunakan oleh masyarakat yang berdiam di Semenanjung Arab atau Jazirah
Arab. Sebagian besar wilayah Semenanjung Arab ini terdiri atas gurun dan gunung
batu sehingga letak perkampungan satu kabilah dengan kabilah lain berjauhan.
Bahasa Arab sebagai alat komunikasi masyarakat penghuni wilayah itupun menjadi
beragam. Sejak lama orang Arab tinggal di penjuru Semenanjung yang sangat luas.
Mereka hidup dalam kabilah-kabilah yang berlainan pada wilayah yang berjauhan,
dan dalam lingkungan yang bermacam-macam. Hal inilah yang memicu timbulnya
dialek yang menyimpangi bahasa bakunya, baik yang menyimpang sedikit maupun
yang menyimpang jauh dari bahasa bakunya.
Faktor kedua adalah letak wilayah Arab yang berada di
persimpangan benua Asia, Afrika, dan Eropa sehingga persentuhan diantaranya
sangat memungkinkan. Aspek ekonomi dapat dikatakan sebagai aspek utama.
Sebagaimana diketahui bahwa Hijaz, khususnya kota Makkah sejak masa sebelum
masehi telah memainkan peranan penting dalam perdagangan. Kedatangan para
saudagar dari berbagai wilayah pada musim haji yang terselenggara setiap tahun
memberikan andil yang besar dalam memperkaya kosa kata Arab atau mempengaruhi bahasa
baku sehingga terjadi perubahan-perubahan.
Faktor ketiga adalah ketika Islam berekspansi keluar
negeri Hijaz yang dengan demikian membawa serta bahasa Arab bersama
penggunanya. Ketika itulah bahasa Arab bertemu dengan bahasa-bahasa lain, baik
yang besar seperti Persi, Hindi, Turki, bahkan Spanyol maupun yang kecil
seperti bahasa suku-suku. Pertemuan dan percampuran itu melahirkan kosa kata
baru yang akhirnya juga mempengaruhi struktur kalimatnya.
Faktor keempat adalah kolonisasi yang menimpa negara-negara
Arab, baik pada Perang Dunia I maupun II. Para kolonialis tidak menghendaki
bahasa Arab menjadi besar dan penting karena bahasa Arab identik dengan Islam.
Oleh karena itu, secara tidak langsung mereka mendorong berkembangnya
dialek-dialek ini menjadi alat komunikasi sehari-hari secara meluas. Artinya
tidak hanya dalam suasana informal, melainkan juga dalam suasana semi formal
bahkan formal.
Faktor kelima adalah luasnya wilayah negara-negara Arab
saat ini yang terdiri atas 21 negara dan masing-masing terdiri atas suku yang
berbeda-beda yang mempunyai kebudayaan yang berbeda-beda pula.
Faktor-faktor di atas memberi pemahaman
kepada kita mengapa bahasa Amiyah itu tumbuh dan berkembang sehingga
masing-masing wilayah mempunyai dialeknya sendiri.
D. Perbedaan
Bunyi antara Bahasa Arab Fusha dan Amiyah (Perubahan Pengucapan)
Jika dipetakan secara garis besar, bahasa Arab terbagi atas dua
ragam, yakni bahasa Arab baku atau ragam standar (fusha) atau sering disebut formal
language dan bahasa Arab amiyah (bahasa sehari-hari, bahasa pasaran, atau
bahasa gaul) atau sering disebut in-formal language.
Kedua jenis ini masing-masing mempunyai dialek geografis. Perbedaan
dialek geografis bahasa Arab baku tidak mencolok, misalnyaج diucapkan dengan [g] di Mesir. Kata-kata dalam
tuturan bahasa Arab amiyah dialek Saudi Arabia secara fonologis berbeda dengan
bahasa fusha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahasa amiyah dialek Saudi
Arabia mempunyai banyak variasi fonologis yang berbeda dengan bahasa fusha. Variasi
fonologis itu berupa : penggantian bunyi, penambahan bunyi, pelesapan bunyi.
1.
Penggantian
Bunyi
Penggantian
dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabia meliputi :
a)
Penggantian
konsonan dengan konsonan
Penggantian
konsonan dengan konsonan pada bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah hanya terjadi
pada tiga konsonan, yaitu konsonan /dz(ذ)/,/ts(ث)/ dan /’a(ع).
·
Perubahan
/ ذ/ dari [dz] → [d]
Perubahan ini biasa terjadi ketika / ذ
/ berposisi di akhir kata atau berada di akhir suku kata tertutup.
Contoh:
تفضل خذ [tafaddal khudz] dibaca [tafaddal khud] 'Silakan ambil'
تفضل خذ [tafaddal khudz] dibaca [tafaddal khud] 'Silakan ambil'
·
Perubahan
/ث/ dari [ts] menjadi [t]
Contoh:
خذ في ثلاجة [khudz fi: tsallājah] dibaca [khud fi tallājah] 'Ambil di kulkas'
خذ في ثلاجة [khudz fi: tsallājah] dibaca [khud fi tallājah] 'Ambil di kulkas'
ثلاثة [tsalātsah] dibaca [talātah]
·
Perubahan
/ء/
menjadi [y]
Contoh:
ستمائة [sittimi ah] dibaca ستمية [sittimiya] 'enam ratus'
ستمائة [sittimi ah] dibaca ستمية [sittimiya] 'enam ratus'
b)
Penggantian
vokal dengan vokal
Penggantian
vokal dengan vokal pada bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah meliputi penggantian
/a/ dengan /i/, dan penggantian /au/ dengan /o/ dan /ai/ dengan /e/.
Contoh:
من أنت [man anta] dibaca من أنت [min inta] 'siapa anda?'
أي شيئ تبغى [ayyu šai? tabgha] dibaca أيش تبغى [e:š tibgha] 'perlu apa?'
الثوب [al-tsaub] dibaca [al-tso:b] 'pakaian'
من أنت [man anta] dibaca من أنت [min inta] 'siapa anda?'
أي شيئ تبغى [ayyu šai? tabgha] dibaca أيش تبغى [e:š tibgha] 'perlu apa?'
الثوب [al-tsaub] dibaca [al-tso:b] 'pakaian'
2.
Penambahan
Bunyi
Penambahan
bunyi dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabia hanya ada di awal dan akhir kata,
sedangkan penambahan di tengah kata tidak ditemukan.
a)
Penambahan
bunyi di awal
Penambahan
bunyi di awal kata dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabia jarang terjadi.
Satu-satunya data yang menunjukkan adanya penambahan bunyi di awal adalah pada
frase من أين؟ [min aina?] ’dari mana?’. Frase tersebut dalam bahasa amiyah
dialek Saudi Arabia diucapkan من فين [min fe:n]. Di
sini tambahannya berupa konsonan /f-/ yang mendahului aina.
b)
Penambahan
bunyi di akhir
Penambahan
bunyi di akhir kata dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabia, yaitu penambahan
vokal /a/ setelah ya’ mutakallim (kata ganti orang pertama tunggal) yang
berfungsi sebagai enklitik. Contoh:
معي [ma’iy] dibaca معايا [ma’ay:a] 'Bersamaku'
أخي [akhiy] dibaca أخويا [akhuya] 'Saudaraku'
معي [ma’iy] dibaca معايا [ma’ay:a] 'Bersamaku'
أخي [akhiy] dibaca أخويا [akhuya] 'Saudaraku'
3.
Pelesapan
Bunyi
Pelesapan
bunyi dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah meliputi pelesapan bunyi di
awal, di tengah, dan di akhir kata.
a)
Pelesapan
bunyi di awal
Pelesapan bunyi di awal kata dalam bahasa amiyah dialek Saudi
Arabia hanya ditemukan dalam dua kata, yaitu seperti contoh berikut:
يا
أخي
[ya akhiy] dibacaيا خوي [ya
khu:ya] 'hai saudaraku!
أرني [ariny] dibaca ريني [ri:ny] 'tunjukkan padaku'
أرني [ariny] dibaca ريني [ri:ny] 'tunjukkan padaku'
b)
Pelesapan
bunyi di tengah
Pelesapan bunyi di tengah kata dalam bahasa amiyah dialek Saudi
Arabiah ada yang berupa pelesapan konsonan dan ada pelesapan vokal.
Contoh:
على شأن [‘ala: ša?ni] dibaca علشان [‘alašan] 'karena'
ما عليه [ma: ‘alaih] dibaca معليش [ma‘leiš] 'tidak apa-apa'
لأيّ شيء [li?ayyi šay’] dibaca ليش [le:š] 'mengapa?'
خمسة عشر [xamsata ‘ašar] dibaca خمسة شر [xamstašar] 'lima belas'
على شأن [‘ala: ša?ni] dibaca علشان [‘alašan] 'karena'
ما عليه [ma: ‘alaih] dibaca معليش [ma‘leiš] 'tidak apa-apa'
لأيّ شيء [li?ayyi šay’] dibaca ليش [le:š] 'mengapa?'
خمسة عشر [xamsata ‘ašar] dibaca خمسة شر [xamstašar] 'lima belas'
c)
Pelesapan
bunyi di akhir
Pelesapan bunyi di akhir kata dalam bahasa amiyah dialek Saudi
Arabiah berupa pelesapan vokal, pelesapan konsonan, dan ada juga yang berupa
pelesapan silabel. Pelesapan konsonan biasanya terjadi pada isim mu’annats
yaitu dengan cara pelesapan konsonan /h/ atau /t/ yang merupakan penanda
feminin. Pelesapan vokal biasanya terjadi di akhir verba, sedangkan pelesapan
silabel terjadi pada kata-kata tertentu.
Contoh:
اللغة العربية [al-lugah al-‘arabiyyah] dibaca اللغ العربيّ [al-lugal-‘arabiyya]
تسكن [taskunu] dibaca تسكن [taskun] 'kamu tinggal'
وأنت [wa anta] dibaca وأن [wa an] 'dan kamu?'
الذي [al-ladzi:] dibaca الّي [el-le:] 'yang (kata penghubung)'[9]
اللغة العربية [al-lugah al-‘arabiyyah] dibaca اللغ العربيّ [al-lugal-‘arabiyya]
تسكن [taskunu] dibaca تسكن [taskun] 'kamu tinggal'
وأنت [wa anta] dibaca وأن [wa an] 'dan kamu?'
الذي [al-ladzi:] dibaca الّي [el-le:] 'yang (kata penghubung)'[9]
IV.
KESIMPULAN
Bahasa Arab Fusha adalah ragam bahasa yang ditemukan dalam al-Qur’an, hadits Nabi
dan warisan tradisi Arab. Bahasa fusha digunakan dalam kesempatan-kesempatan
resmi dan untuk kepentingan kodifikasi karya-karya puisi, prosa dan penulisan
pemikiran intelektual secara umum. Sedangkan Bahasa ‘Amiyah adalah ragam
bahasa yang digunakan untuk urusan-urusan biasa sehari-hari.
Fenomena penyimpangan bahasa (lahn)
adalah cikal bakal lahirnya bahasa ‘amiyah. Istilah lahn ini dikarenakan
awalnya pada kesalahan dan ketidaktaatan pada i’rab, yaitu perubahan bunyi
akhir kata karena perubahan kedudukannya dalam kalimat.
Bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah
mempunyai banyak variasi fonologis yang berbeda dengan bahasa fusha/ baku.
Variasi fonologis itu dikelompokkan menjadi beberapa macam, yakni penggantian
bunyi, penambahan bunyi, pelesapan bunyi.
V.
PENUTUP
Demikianlah
makalah yang pemakalah buat dan sampaikan, kami menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi isi maupun penulisan. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang konstruktif dinantikan pemakalah demi perbaikan
makalah berikutnya. Dan semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan kita dan
bermanfaat bagi kita semua. Aamiin...
DAFTAR PUSTAKA
Al-Rafi’i,
Tarikh Adab al-Arab, (Beirut : Daar al-kitab al-Arab,1974)
al-Wâfi, ‘Ali ‘Abd, Fiqh al-Lughah, (Kairo: Dâr Nahdhoh Masr
li al-Tab’ wa al-Nasyr, t.t.)
Arsyad, Azhar, Bahasa
Arab dan Metode Pengajarannya, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2003)
Hindun, Pengantar Bahasa Arab Amiyah, ( Yogyakarta : Elisa
Press, 2011)
Ya’kub, Emil Badi’, Fiqh al-Lughah al-Arabiyah wa Khashasuha
(Beirut : Dar al-Tsaqafah al-Islamiyah, 1982)
http://ruhalifah.blogspot.co.id/2013/09/perbedaan-bunyi-bahasa-arab-fusha-dan.html,
10 Oktober 2015, pukul 09.00 WIB.
[1]
Emil Badi’ Ya’kub,
Fiqh al-Lughah al-Arabiyah wa Khashasuha (Beirut : Dar al-Tsaqafah
al-Islamiyah, 1982), hlm. 144
[2] Azhar Arsyad, Bahasa Arab dan Metode Pengajarannya,
(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2003), hlm. 4
[3]
Emil Badi’ Ya’kub,
Fiqh al-Lughah al-Arabiyah wa Khashasuha..., hlm. 144
[4]
Azhar Arsyad, Bahasa
Arab dan Metode Pengajarannya..., hlm. 3
[5]
‘Ali ‘Abd
al-Wâfi, Fiqh al-Lughah, (Kairo: Dâr Nahdhoh Masr li al-Tab’ wa
al-Nasyr, t.t.), hlm 143-144.
[6]
Al-Rafi’i, Tarikh
Adab al-Arab, (Beirut : Daar al-kitab al-Arab,1974), hlm. 234-235.
[7]
Al-Rafi’i, Tarikh
Adab al-Arab..., hlm. 225.
[8]
Hindun, Pengantar
Bahasa Arab Amiyah, ( Yogyakarta : Elisa Press, 2011), hlm. 5
[9] http://ruhalifah.blogspot.co.id/2013/09/perbedaan-bunyi-bahasa-arab-fusha-dan.html,
10 Oktober 2015, pukul 09.00 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar