Sabtu, 27 Agustus 2016

Bahasa Arab 'Amiyah (Dialek Fusha dan Dialek 'Amiyah)



I.              PENDAHULUAN
Bahasa merupakan alat komunikasi antara satu bangsa dengan bangsa lain. Bangsa arab merupakan bangsa yang sangat fanatisme terhadap bahasanya, sehingga dengan penuh keyakinan mereka mengatakan bahwa al-Qur’an di turunkan dengan menggunakan bahasa Arab, karena pada hakekatnya Nabi Muhammad SAW di lahirkan di bangsa Arab. Kecintaan orang Arab akan bahasanya ini, membuat bahasa Arab begitu cepat berkembang. Bahasa Arab merupakan salah satu rumpun bahasa Semit, dipergunakan oleh suku Arab yang tinggal di Semenanjung Jazirah Arab.
Bahasa Arab merupakan salah satu bahasa bernilai tinggi yang tetap terjaga sampai sekarang. Sebelum diturunkannya al-Qur’an, bahasa di jazirah Arab masih berupa dialek-dialek, yang mana masyarakat setiap daerah memiliki gaya tersendiri dalam bertutur kata (karena zaman dahulu belum mengenal aksara baca-tulis). Sebuah dialek dibedakan berdasarkan kosa kata, tata bahasa,dan pengucapan (fonologi). Diantara dialek yang akan di bahas pada makalah ini yaitu dialek fusha dan dialek amiyah.
II.           RUMUSAN MASALAH
A.    Apa pengertian bahasa Arab fusha dan ‘amiyah ?
B.     Bagaimana sejarah munculnya bahasa Arab fusha dan ‘amiyah ?
C.     Apa saja faktor-faktor yang mendorong muculnya dialek ‘amiyah ?
D.    Bagaimana perbedaan bunyi antara bahasa Arab fusha dan ‘amiyah ?
III.        PEMBAHASAN
A.    Pengertian bahasa Arab Fusha dan’Amiyah
Menurut Emil Badi’ Ya’qub, bahasa Arab fusha (ragam standar) adalah bahasa yang digunakan dalam al Qur-an, situasi-situasi resmi, penggubahan puisi, penulisan prosa dan juga ungkapan-ungkapan pemikiran (tulisan-tulisan ilmiah). Bahasa Arab fusha ini juga biasa digunakan dalam bahasa pengantar resmi di kampus-kampus atau  universitas-universitas Islam di Timur Tengah. Secara umum bahasa ini dapat diklasifikasikan dalam dua tingkatan, yaitu Bahasa Arab Klasik yang digunakan dalam bahasa al Qur-an dan Bahasa Arab Standar Modern yang digunakan dalam bahasa ilmiah.[1] Bahasa Arab fusha menggunakan kaidah-kaidah ilmu Nahwu dan Sharaf. Selain itu, bahasa Arab fusha merupakan bahasa asal Arab yang dapat dipahami oleh seluruh bangsa Arab, dan bisa digunakan di negara manapun.[2]
Sedangkan bahasa Arab amiyah (ragam non standar) adalah ragam bahasa yang digunakan untuk urusan-urusan biasa sehari-hari.[3] Menurut Azhar Arsyad, bahasa Arab 'Amiyah dikenal dengan bahasa Arab yaumiah (harian) bahkan suqiyah (pasaran), dan ada juga yang menyebutnya dengan bahasa Arab kolukwial atau dialek lisan setempat.[4]
Di negara-negara Arab yang terbentang dari teluk persia hingga laut mediteranian terdapat aneka ragam dialek ‘âmiyah/ darijah (ragam non-standar) yang masing-masing memiliki perbedaan fonetik, kosakata, dan strukturnya. Pada abad 19 Masehi, para ilmuan bahasa membagi dialek ‘âmiyah ke dalam lima kelompok,[5] yaitu :
1.      Dialek Hijâziyah-Najdiyyah; dialek ini digunakan di Hijâz, Najed, dan Yaman.
2.      Dialek Syria; berkembang di Syria, Lebanon, Palestina, dan Timur Yordania.
3.      Dialek Irak; digunakan di negara Irak.
4.      Dialek  Mesir dapat kita temui di dua negara, yaitu Mesir dan Sudan.
5.      Dialek Maghrîbiyah; banyak digunakan oleh penduduk Afrika sebelah barat.


B.     Sejarah Munculnya Bahasa Arab Fusha dan Amiyah
Di zaman pra Islam, masyarakat Arab mengenal stratifikasi kefasihan bahasa. Kabilah yang dianggap paling fasih dibanding yang lain adalah Quraisy yang dikenal sebagai surat al-Arab (pusatnya masyarakat Arab). Kefasihan bahasa Quraisy ini terutama ditunjang oleh tempat tinggal mereka yang secara geografis berjauhan dengan negara-negara bangsa non-Arab dari segala penjuru. Dibawah kefasihan Quraisy adalah bahasa kabilah Tsaqif, Hudzail, Khuza’ah, Bani Kinanah, Ghathfan, Bani Asad, dan Bani Tamim, menyusul kemudian kabilah Rabi’ah, Lakhm, Judzam, Ghassan, Iyadh, Qadha’ah, dan Arab Yaman yang bertetangga dekat dengan Persia, Romawi, dan Habasyah.
Kefasihan berbahasa itu terus dipelihara hingga meluasnya ekspansi Islam ke luar jazirah dan masyarakat Arab mulai berinteraksi dengan masyarakat bangsa lain. Dalam proses interaksi dan berbagai transaksi sosial lainnya itu terjadi kesaling pengaruhan antara bahasa yang digunakan. Masyarakat ‘Ajam belajar berbahasa Arab dan masyarakat Arab mulai mengenal bahasa mereka. Intensitas interaksi tersebut lambat laun mulai berimbas pada penggunaan bahasa Arab yang mulai bercampur dengan beberapa kosakata asing, baik dengan atau tanpa proses arabisasi (ta’rib). Pertukaran pengetahuan antar mereka juga berpengaruh pada pertambahan khazanah bahasa Arab khususnya menyangkut hal-hal yang sebelumnya tidak diketahui masyarakat Arab ketika hidup terisolasi dari bangsa lain. Masyarakat non-Arab juga kerap melakukan kesalahan dalam menggunakan bahasa Arab. Fenomena ini kemudian makin meluas melalui transaksi sosial, misalnya dalam aktivitas ekonomi di pasar-pasar terutama sejak abad ke-5 H.
Fenomena penyimpangan bahasa (lahn) adalah cikal bakal lahirnya bahasa ‘amiyah. Istilah lahn ini dikarenakan awalnya pada kesalahan dan ketidaktaatan pada i’rab, yaitu perubahan bunyi akhir kata karena perubahan kedudukannya dalam kalimat. Benih-benih lahn mulai muncul sejak zaman Nabi Muhammad SAW berupa perbedaan lahjah (logat cara berbicara) di kalangan sahabat.[6]
Bahasa Arab ‘amiyah adalah bahasa yang “menyalahi” kaidah-kaidah orisinil bahasa Fushha. Dengan kata lain, bahasa ‘amiyah adalah “bahasa dalam penyimpangan” (lughat fi al-lahn) setelah sebelumnya merupakan fenomena dalam penyimpangan bahasa. Secara perlahan tapi pasti bahasa ‘amiyah terus berkembang hingga menjelma sebagai bahasa yang otonom dengan kaidah dan ciri-cirinya sendiri. Bahasa ‘Amiyah di negeri-negeri (taklukan) Islam awalnya adalah lahn yang sederhana dan masih labil karena masyarakatnya masih memiliki watak bahasa Arab yang genuin. Karena itu, di awal kemunculannya bahasa ‘amiyah di kalangan masyarakat masih mempunyai rentangan antara yang lebih dekat dengan bahasa baku (Fusha) sampai pada yang jauh darinya. Contoh daerah yang memiliki bahasa yang masih sangat dekat dengan bahasa baku itu sampai abad ke-3 H antara lain negeri Hijaz, Basrah, dan Kufah. Selanjutnya bahasa ‘Amiyah mulai menyebar di beberapa tempat semisal Syam, Mesir, dan Sawad. Di beberapa tempat itu bahasa Arab Fusha sudah menerima kosakata serapan dari Persia, Romawi, Qibtiyah, dan Nabthiyah dalam jumlah yang cukup besar. Karena itu bahasa masyarakat mulai rusak dalam ukuran yang signifikan. Masyarakat mulai mencampur adukkan bahasa asli mereka dengan bahasa-bahasa serapan tanpa melakukan pemilihan. Di antara kosakata serapan yang paling banyak diambil adalah kata benda (asma), sedangkan kata-kata ajektiva sedikit saja yang diadopsi. Banyaknya pengadopsian kata benda itu karena intensitas pemakaiannya lebih tinggi dibanding dengan jenis kata yang lain.[7]
C.    Faktor-faktor yang Mendorong Munculnya Bahasa Arab Amiyah
Ada beberapa faktor yang mendorong lahirnya bahasa Arab Amiyah, diantaranya adalah sebagai berikut[8] :
Faktor pertama adalah masalah geografis. Bahasa Arab pada awalnya digunakan oleh masyarakat yang berdiam di Semenanjung Arab atau Jazirah Arab. Sebagian besar wilayah Semenanjung Arab ini terdiri atas gurun dan gunung batu sehingga letak perkampungan satu kabilah dengan kabilah lain berjauhan. Bahasa Arab sebagai alat komunikasi masyarakat penghuni wilayah itupun menjadi beragam. Sejak lama orang Arab tinggal di penjuru Semenanjung yang sangat luas. Mereka hidup dalam kabilah-kabilah yang berlainan pada wilayah yang berjauhan, dan dalam lingkungan yang bermacam-macam. Hal inilah yang memicu timbulnya dialek yang menyimpangi bahasa bakunya, baik yang menyimpang sedikit maupun yang menyimpang jauh dari bahasa bakunya.
Faktor kedua adalah letak wilayah Arab yang berada di persimpangan benua Asia, Afrika, dan Eropa sehingga persentuhan diantaranya sangat memungkinkan. Aspek ekonomi dapat dikatakan sebagai aspek utama. Sebagaimana diketahui bahwa Hijaz, khususnya kota Makkah sejak masa sebelum masehi telah memainkan peranan penting dalam perdagangan. Kedatangan para saudagar dari berbagai wilayah pada musim haji yang terselenggara setiap tahun memberikan andil yang besar dalam memperkaya kosa kata Arab atau mempengaruhi bahasa baku sehingga terjadi perubahan-perubahan.
Faktor ketiga adalah ketika Islam berekspansi keluar negeri Hijaz yang dengan demikian membawa serta bahasa Arab bersama penggunanya. Ketika itulah bahasa Arab bertemu dengan bahasa-bahasa lain, baik yang besar seperti Persi, Hindi, Turki, bahkan Spanyol maupun yang kecil seperti bahasa suku-suku. Pertemuan dan percampuran itu melahirkan kosa kata baru yang akhirnya juga mempengaruhi struktur kalimatnya.
Faktor keempat adalah kolonisasi yang menimpa negara-negara Arab, baik pada Perang Dunia I maupun II. Para kolonialis tidak menghendaki bahasa Arab menjadi besar dan penting karena bahasa Arab identik dengan Islam. Oleh karena itu, secara tidak langsung mereka mendorong berkembangnya dialek-dialek ini menjadi alat komunikasi sehari-hari secara meluas. Artinya tidak hanya dalam suasana informal, melainkan juga dalam suasana semi formal bahkan formal.
Faktor kelima adalah luasnya wilayah negara-negara Arab saat ini yang terdiri atas 21 negara dan masing-masing terdiri atas suku yang berbeda-beda yang mempunyai kebudayaan yang berbeda-beda pula.
Faktor-faktor di atas memberi pemahaman kepada kita mengapa bahasa Amiyah itu tumbuh dan berkembang sehingga masing-masing wilayah mempunyai dialeknya sendiri.
D.    Perbedaan Bunyi antara Bahasa Arab Fusha dan Amiyah (Perubahan Pengucapan)
Jika dipetakan secara garis besar, bahasa Arab terbagi atas dua ragam, yakni bahasa Arab baku atau ragam standar (fusha) atau sering disebut formal language dan bahasa Arab amiyah (bahasa sehari-hari, bahasa pasaran, atau bahasa gaul) atau sering disebut in-formal language.
Kedua jenis ini masing-masing mempunyai dialek geografis. Perbedaan dialek geografis bahasa Arab baku tidak mencolok, misalnyaج  diucapkan dengan [g] di Mesir. Kata-kata dalam tuturan bahasa Arab amiyah dialek Saudi Arabia secara fonologis berbeda dengan bahasa fusha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahasa amiyah dialek Saudi Arabia mempunyai banyak variasi fonologis yang berbeda dengan bahasa fusha. Variasi fonologis itu berupa : penggantian bunyi, penambahan bunyi, pelesapan bunyi.
1.      Penggantian Bunyi
Penggantian dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabia meliputi :
a)      Penggantian konsonan dengan konsonan
Penggantian konsonan dengan konsonan pada bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah hanya terjadi pada tiga konsonan, yaitu konsonan /dz(ذ)/,/ts(ث)/ dan /’a(ع).
·           Perubahan / ذ/ dari [dz] → [d]
Perubahan ini biasa terjadi ketika / ذ / berposisi di akhir kata atau berada di akhir suku kata tertutup.
Contoh:
تفضل خذ [tafaddal khudz] dibaca [tafaddal khud] 'Silakan ambil'
·           Perubahan /ث/ dari [ts] menjadi [t]
Contoh:
خذ في ثلاجة [khudz fi: tsallājah] dibaca [khud fi tallājah] 'Ambil di kulkas'
ثلاثة [tsalātsah] dibaca [talātah]
·         Perubahan /ء/ menjadi [y]
Contoh:
ستمائة  [sittimi ah] dibaca ستمية  [sittimiya] 'enam ratus'
b)      Penggantian vokal dengan vokal
Penggantian vokal dengan vokal pada bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah meliputi penggantian /a/ dengan /i/, dan penggantian /au/ dengan /o/ dan /ai/ dengan /e/.
Contoh:
من أنت [man anta] dibaca من أنت [min inta] 'siapa anda?'
أي شيئ تبغى [ayyu šai? tabgha] dibaca أيش تبغى [e:š tibgha] 'perlu apa?'
الثوب [al-tsaub] dibaca [al-tso:b] 'pakaian'
2.      Penambahan Bunyi
Penambahan bunyi dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabia hanya ada di awal dan akhir kata, sedangkan penambahan di tengah kata tidak ditemukan.
a)      Penambahan bunyi di awal
Penambahan bunyi di awal kata dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabia jarang terjadi. Satu-satunya data yang menunjukkan adanya penambahan bunyi di awal adalah pada frase من أين؟ [min aina?] ’dari mana?’. Frase tersebut dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabia diucapkan من فين [min fe:n]. Di sini tambahannya berupa konsonan /f-/ yang mendahului aina.
b)      Penambahan bunyi di akhir
Penambahan bunyi di akhir kata dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabia, yaitu penambahan vokal /a/ setelah ya’ mutakallim (kata ganti orang pertama tunggal) yang berfungsi sebagai enklitik. Contoh:
معي [ma’iy] dibaca معايا [ma’ay:a] 'Bersamaku'
أخي [akhiy] dibaca أخويا [akhuya] 'Saudaraku'
3.      Pelesapan Bunyi
Pelesapan bunyi dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah meliputi pelesapan bunyi di awal, di tengah, dan di akhir kata.
a)      Pelesapan bunyi di awal
Pelesapan bunyi di awal kata dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabia hanya ditemukan dalam dua kata, yaitu seperti contoh berikut:
يا أخي [ya akhiy] dibacaيا خوي  [ya khu:ya] 'hai saudaraku!
أرني [ariny] dibaca ريني [ri:ny] 'tunjukkan padaku'
b)      Pelesapan bunyi di tengah
Pelesapan bunyi di tengah kata dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah ada yang berupa pelesapan konsonan dan ada pelesapan vokal.
Contoh:
على شأن [‘ala: ša?ni] dibaca علشان [‘alašan] 'karena'
ما عليه [ma: ‘alaih] dibaca معليش [ma‘leiš] 'tidak apa-apa'
لأيّ شيء [li?ayyi šay’] dibaca ليش [le:š] 'mengapa?'
خمسة عشر [xamsata ‘ašar] dibaca خمسة شر [xamstašar] 'lima belas'
c)      Pelesapan bunyi di akhir
Pelesapan bunyi di akhir kata dalam bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah berupa pelesapan vokal, pelesapan konsonan, dan ada juga yang berupa pelesapan silabel. Pelesapan konsonan biasanya terjadi pada isim mu’annats yaitu dengan cara pelesapan konsonan /h/ atau /t/ yang merupakan penanda feminin. Pelesapan vokal biasanya terjadi di akhir verba, sedangkan pelesapan silabel terjadi pada kata-kata tertentu.
Contoh:
اللغة العربية [al-lugah al-‘arabiyyah] dibaca اللغ العربيّ [al-lugal-‘arabiyya]
تسكن [taskunu] dibaca تسكن [taskun] 'kamu tinggal'
وأنت [wa anta] dibaca وأن [wa an] 'dan kamu?'
الذي [al-ladzi:] dibaca الّي [el-le:] 'yang (kata penghubung)'
[9]
IV.        KESIMPULAN
Bahasa Arab Fusha adalah ragam bahasa yang ditemukan dalam al-Qur’an, hadits Nabi dan warisan tradisi Arab. Bahasa fusha digunakan dalam kesempatan-kesempatan resmi dan untuk kepentingan kodifikasi karya-karya puisi, prosa dan penulisan pemikiran intelektual secara umum. Sedangkan Bahasa ‘Amiyah adalah ragam bahasa yang digunakan untuk urusan-urusan biasa sehari-hari.
Fenomena penyimpangan bahasa (lahn) adalah cikal bakal lahirnya bahasa ‘amiyah. Istilah lahn ini dikarenakan awalnya pada kesalahan dan ketidaktaatan pada i’rab, yaitu perubahan bunyi akhir kata karena perubahan kedudukannya dalam kalimat.
Bahasa amiyah dialek Saudi Arabiah mempunyai banyak variasi fonologis yang berbeda dengan bahasa fusha/ baku. Variasi fonologis itu dikelompokkan menjadi beberapa macam, yakni penggantian bunyi, penambahan bunyi, pelesapan bunyi.
V.           PENUTUP
Demikianlah makalah yang pemakalah buat dan sampaikan, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi isi maupun penulisan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif dinantikan pemakalah demi perbaikan makalah berikutnya. Dan semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan kita dan bermanfaat bagi kita semua. Aamiin...







DAFTAR PUSTAKA

Al-Rafi’i, Tarikh Adab al-Arab, (Beirut : Daar al-kitab al-Arab,1974)
al-Wâfi, ‘Ali ‘Abd, Fiqh al-Lughah, (Kairo: Dâr Nahdhoh Masr li al-Tab’ wa al-Nasyr, t.t.)
Arsyad, Azhar, Bahasa Arab dan Metode Pengajarannya, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2003)
Hindun, Pengantar Bahasa Arab Amiyah, ( Yogyakarta : Elisa Press, 2011)
Ya’kub, Emil Badi’, Fiqh al-Lughah al-Arabiyah wa Khashasuha (Beirut : Dar al-Tsaqafah al-Islamiyah, 1982)


[1] Emil Badi’ Ya’kub, Fiqh al-Lughah al-Arabiyah wa Khashasuha (Beirut : Dar al-Tsaqafah al-Islamiyah, 1982), hlm. 144
[2]  Azhar Arsyad, Bahasa Arab dan Metode Pengajarannya, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2003), hlm. 4
[3] Emil Badi’ Ya’kub, Fiqh al-Lughah al-Arabiyah wa Khashasuha..., hlm. 144
[4] Azhar Arsyad, Bahasa Arab dan Metode Pengajarannya..., hlm. 3
[5] ‘Ali ‘Abd al-Wâfi, Fiqh al-Lughah, (Kairo: Dâr Nahdhoh Masr li al-Tab’ wa al-Nasyr, t.t.), hlm 143-144.
[6] Al-Rafi’i, Tarikh Adab al-Arab, (Beirut : Daar al-kitab al-Arab,1974), hlm. 234-235.
[7] Al-Rafi’i, Tarikh Adab al-Arab..., hlm. 225.
[8] Hindun, Pengantar Bahasa Arab Amiyah, ( Yogyakarta : Elisa Press, 2011), hlm. 5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar